Spiritual Engineering Quotient

www.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.ws

Jualan Kavling di Surga, Mengapa Tidak?

Perjalanan dari Rumah menuju kantor, pada hari Jum´at, 9 November 2007, cukup menarik dan menyenangkan, serta dapat beberapa inspirasi untuk menulis sebuah catatan perjalanan harian. Semenjak awal naik metro mini, telah masuk seorang “pengamen” dengan ditemani sebuah gitar. Ia menyanyikan lagu percintaan yang sedang trend sekarang di kalangan anak-anak muda. Kemudian, ia meneruskan sebuah lagu dari Ebiet G. Ade. Tak lama kemudian, setelah pengamen pertama turun dari mobil, masuk seorang pengamen lagi dengan penampilan sama, dan ditemani juga dengan sebuah gitar, ia menyanyikan lagu lama, dari ciptaan Bimbo. Tanpa beberapa lama juga, masuklah seorang bocah kecil, yang masih berumur 10 tahun, membawakan lagu, dengan diiringi sebuah kecrekan terbuat dari botol air yang berisikan beras.


Pemandangan seperti ini, hampir selalu didapati di perjalanan naik angkutan umum di kota Jakarta, dan mungkin di kota lainnya. Entah semenjak kapan trend mencari nafkah bagi kehidupan dengan menjajakan sebuah nyanyian? Padahal jumlahnya cukup banyak, bahkan kalau didata mungkin mencapai ratusan. Hakikatnya, mereka ingin mencari rizki dengan bekerja seperti masyarakat umumnya, sebagai pekerja. Namun, karena keterbatasan kemampuan dan kesempatan, sehingga mengamen pun menjadi alternatif lain, bagi mengais rizki, sekedar memenuhi perut lapar, yang jauh dari kecukupan, apalagi berlebihan.


Potret wajah kota, saya mencoba menganalisanya dengan sederhana, mengapa fenomena ini semakin menjamur? Faktro pertama, perekonomian negara secara makro, mungkin mulai membaik, tapi dalam ekonomi mikro masih terus harus diperjuangkan. Angka kemiskinan, bukannya mengurang, melainkan semakin bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah pengangguran pun, semakin meningkat, dan meningkat. Tetapi walaupun demikian, masih ada sebua asa dalam benak masyarakat untuk tetap eksis menjalani hidup, di tengah atmosfir perekonomian bangsa yang masih kurang menjanjikan bagi masyarakatnya.


Kalau melihat lebih teliti dari perekonomian kita, dari hulu sampai hilir, misalnya saja, kegiatan bisnis, dari mulai jajanan kecil yang seharga Rp. 500,- yang dibuat di pinggir got, alias comberan, sampai dengan jualan gedean dengan harga miliaran, seperti mobil-mobil mewah, masih ada, dan mobil mewah itu berkeliaran di tengah-tengah hiruk pikuk perekonomian masyarakat yang semakin terjepit. Menarik memang untuk dicermati.


Kembali lagi ke pembicaraan perjalanan harian. Dari nyanyian yang dibawakan oleh pengamen seperti di atas, ada sebuah bait nyanyian yang menarik saya, yaitu berbunyikan surga milik Tuhan, manusia tidak akan dapat merasakannya. Mendengar bait nyanyian itu, saya tertegun sebentar, dan bertanya dalam pikiran, mengapa sang penulis nyayian berpendapat demikian? Apakah ia tidak mengetahui surga? Atau belum mengetahui esensi dari kata “surga”?


Surga bukan jauh dari pandangan dan pikiran kita. Surga telah ada di hadapan mata kita. Mengapa masih mengingkari keberadaannya? Semua ciptaan yang telah diciptakan oleh Tuhan, telah ada sekarang ini, bukan nanti pada waktu di mana hari kiamat datang, dan dunia ini hancur. Dalam beberapa ayat, bahkan hampir mayoritas dari isi Al-Qur’an telah berbicara, bahwa kejadian hari Akhir, atau kiamat atau bahkan tentang kedudukan surga dan neraka, adalah telah ada sekarang ini. Mengapa manusia masih mengingkarinya? Para musisi, bukan hanya para da’i saja, memiliki kesempatan untuk menyampaikan misi dan visi kehidupan bagi masyarakat. Bahkan dalam beberapa kesempatan, di televisi, misalnya, ada seorang penceramah menyampaikan isi ceramahnya dengan mendendangkan lagu-lagu. Nyanyian, sedikit banyak, dapat dijadikan sebagai media bagi penyampaian pesan moral. Oleh karena itu, hendaknya sebuah lagu berisikan pesan moral, sehingga kehancuran moral bangsa tidak semakin terpuruk, dan hancur, sehingga kita dikenal sebagai bangsa “barbar”. Karena beberapa tahun yang lalu, tepatnya setelah kejadin bom Bali, bangsa Indonesia tecoreng namanya, menjadi bangsa “teroris”.


Surga diciptakan oleh Tuhan bukan untuk Tuhan sendiri, melainkan untuk para hamba-Nya. Tuhan tidak butuh lagi dengan ciptaan-Nya, ia butuh hanya satu, dari mulai dunia diciptakan sampai akhr zaman, yaitu IA menunggu kekasih-Nya, Sayyidina Muhammad SAW. Dialah yang dicari dan “dibutuhkan” oleh Tuhan, tidak membutuhkan yang lain. Nah, kalau demikian, untuk apa amalan kita lakukan? Kalau Tuhan hanya membutuhkan Sayyidina Muhammad SAW. saja. Titik. Mari kita membuka sedikit cara pandang keberagamaan kita, sehingga menemukan sesuatu yang baru, dan dapat merekonstruksi paradigma berpikir terhadap Agama. Misi utama para nabi dan rasul, serta guru-guru suci, ialah menyampaikan risalah, bagaimana manusia itu mengenal Tuhannya. Carilah ilmu tentang pengenalan ketuhanan! Tuhan tidak akan ditemukan di mana dan kapan saja, kalau tidak mengenal terlebih dahulu terhadap dirinya sendiri. Ilmu kenal diri, itulah ilmu utama yang menjadi main gate dari mengenal ketuhanan.


Surga dan lainnya, telah berada di hadapan kita. Pertanyaan yang ada, adalah bagaimana memahami kedudukan surga yag telah ada di hadapan kita? Bahkan di surga juga sebuah kavling siap untuk dijua, mengapa tidak? (bersambung ke bagian kedua)

posted by SEQ Training Center @ 20.32,

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home